Suprayitno

Semarang / Warga Epistoholik Indonesia

Thursday, November 11, 2004

PENUTUPAN TEMPAT HIBURAN
Harian Suara Merdeka (Semarang), 14/10/2004)



Penutupan tempat hiburan seperti kelab malam, diskotik, mandi uap, griya pijat, bar atau mungkin karaoke selama bulan Ramadhan dipandang sebagai positif. Hal ini merupakan bentuk penghormatan kepada umat muslim yang menjalankan ibadah puasa. Pengusaha di bidang hiburan beserta seluruh karyawannya dimohon kesadarannya tidak beroperasi.

Saya bukannya tidak setuju namun jika alasannya demi menghormati yang sedang puasa, apakah hal ini bijaksana, mengingat saat ini angka pengangguran mencapai 40 juta orang. Padahal dari seluruh pekerja hiburan, mereka harus menghidupi keluarga termasuk istri atau suami dan anak, saudara atau orang tuanya.

Dampak penutupan meski hanya sementara, sungguh berakibat berat bagi karyawan yang keseluruhan hidupnya menggantungkan pada pekerjaan tersebut. Penutupan tentu tidak begitu berarti bagi para pengusahanya, sebab mereka punya banyak pilihan dan uang. Bagaimana dengan pekerjanya ? Mau bekerja apa selama bulan puasa, padahal mereka harus tetap makan.

Solusinya, daripada menutup mata pencaharian mereka, apakah tidak lebih bijak jika perbaiki dulu dari dalam diri sendiri. Di antaranya umat muslim agar selama bulan puasa menjauhi hal-hal yang bersifat pemuasan nafsu hedonisme. Mereka juga perlu menerapkan pola hidup sederhana (mengekang diri untuk tidak bermewah-mewah, setidaknya selama bulan puasa) dan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Di samping itu adakan gerakan massal untuk membantu para fakir miskin.

Caranya, di luar bulan puasa biasanya makan 3 kali sehari, namun saat puasa hanya 2 kali. Untuk itu jatah makan yang satu kali berikan kepada kaum fakir miskin yang bisa dikonversikan dengan uang. Tempat hiburan sebaiknya tidak ditutup.

Sebagai kompensasinya pengusaha hiburan diwajibkan membantu kaum fakir miskin, paling tidak selama bulan puasa. Cara ini mungkin lebih simpatik. Jika kita ingin dihormati maka yang harus bisa menjaga martabat (dignity).

Umat Islam harus menunjukkan sebagai umat penjaga perdamaian, penjaga kasih sayang, penjaga moral, penjaga keadilan dan penjaga kejujuran. Teladan dari para pemimpin agama adalah contoh yang paling efektif untuk mewujudkan cita-cita itu.

Pluralitas adalah keragaman kehidupan yang tidak mungkin bisa dihindari, untuk itu semestinya harus bisa menyayangi semua orang yang berbeda keyakinan. Sebagaimana Allah menyayangi seluruh alam semesta beserta isinya. Biarlah perbedaan keyakinan itu Allah SWT sendiri yang memiliki bukan kita yang mengadili.


Suprayitno
Jl.Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 11/11/2004
----------

KARCIS PARKIR ILEGAL
Harian Suara Merdeka (Semarang), 3/10/2004


Saya ingin menyampaikan beberapa masukan ke Dipenda khusunya yang menangani masalah retribusi parkir kendaraan. Hal ini menyangkut penyalahgunaan karcis parkir yang diduga dilakukan oleh oknum dinas parkir di areal kolam renang Manunggal Jati, Jl. Taman Majapahit Semarang.

Modus operandinya dengan cara menghapus nilai nominal yang ada pada lembar karcis retribusi parkir kendaraan. Jumlah rupiahnya ditutup menggunakan spidol hitam tebal dan diganti nominalnya menjadi Rp. 1.000 disertai tulisan “Gelanggang Pemuda Kota Semarang” (fotokopi terlampir).

Kejadian ini telah berlangsung lama dan diketahui aparat setempat namun mengapa praktik “pemerasan” (pelanggaran hukum) seperti ini dibiarkan berlangsung. Berapa banyak masyarakat dan kantor dinas pajak dirugikan oleh tindakan pengelola areal parkir kolam renang tersebut.

Mohon penjelasan Dipenda apakah mengganti nilai nominal pada karcis parkir tidak termasuk tindak pidana. Jika di areal parkir lain tidak ada modus operandi serupa, apakah pemilik kendaraan berhak menolak membayar parkir karena nominalnya telah dimanipulasi.

Hal lain, mengapa jika masuk ke kolam renang sebelum pukul 07.30 WIB tidak pernah diberikan karcis (tiket masuk) padahal kita tetap disuruh membayar sesuai tarip yang berlaku.

Suprayitno
Jl.Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 11/11/2004

--------------

KEPRIHATINAN ANAK BANGSA
Harian Suara Merdeka (Semarang), 29/6/2003


Saya sangat prihatin dengan kondisi bangsa dan negara kita. Jika diibaratkan negara ini sebagai Ibu Pertiwi yang sedang menderita sakit dan mengalami pendarahan hebat. Pendarahan itu bukan karena akan melahirkan, melainkan banyak luka menganga akibat perbuatan anak-anak yang tega melukai ibunya.

Bentuk luka secara riil adalah makin menggilanya korupsi di semua lini. Sementara sisi lain banyak rakyat yang ekonominya makin memburuk (melarat). Daya belinya makin menurun, antara pendapatan dan pengeluaran rentangnya sangat tajam.

Demikian juga kualitas pendidikan mengalami penurunan mutu sangat tajam. Makin banyak pengangguran karena kualitas SDM-nya tak mampu bersaing di tengah-tengah globalisasi ekonomi dan kultural yang semakin menggilas negara-negara miskin.

Kita menjadi bangsa yang nyaris hancur di semua bidang. Dehumanisasi terjadi di mana-mana, karena para pemimpin banyak yang mengidap penyakit mumpungisme. Mumpung sedang berkuasa, menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Tidak peduli bagaimana caranya dan apa akibat bagi rakyat yang dipimpinnya. Di tengah terjangan badai yang dahsyat ini, banyak rakyat yang kehilangan pegangan, putus asa dan stres.

Saya benar-benar tidak tahu apakah Ibu Pertiwi akan segera sembuh dan memeluk dengan penuh kehangatan kepada seluruh anak-anaknya. Atau akan memejamkan mata untuk selama-lamanya dengan diiringi tangis menyayat dari anak-anaknya.

Oh Ibu Pertiwi, jangan tinggalkan kami dalam ketidakpastian hidup, sebab tanpa kehadiranmu nasib kami ibarat anak ayam yang kehilangan induknya. Mohon para pemimpin, uatamnay para wakil rakyat, bisa merespon kegelisahan suara rakyat ini.


Suprayitno
Jl.Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 11/11/2004

------------

MEMBANGUN JARINGAN KOMUNIKASI INTERAKSI
Harian Wawasan (Semarang), 7/10/1998


Hallo para pembaca Wawasan yang tercinta, teristimewa bagi penggemar rubrik surat-surat pembaca ini. Melalui surat terbuka ini saya bermaksud ingin membina suatu jaringan komunikasi dengan semua lapisan semua pembaca Wawasan di mana pun Anda berada.

Tujuan utamanya adalah saya ingin merekatkan tali silaturahmi, persahabatan, di antara sesama kita, terlepas dari apa pun latar belakang agama, pendidikan, status sosial, politik dan yang lain-lainnya.

Saya telah banyak menulis di kolom surat pembaca Wawasan , dan sebenarnya dengan tulisan-tulisan tersebut saya sangat mengharapkan ada tanggapan balik dari para pembaca Wawasan yang budiman. Sayangnya tulisan-tulisan itu banyak yang tidak ditanggapi, apalagi polemik. Saya sungguh sering merenung apakah tulisan-tulisan saya tidak layak untuk ditanggapi ?

Terlepas dari itu semua, saya tetap berharap untuk bisa membangun suatu jaringan komunikasi interaksi dengan Anda sekalian. Di tengah-tengah situasi yang serba sulit ini, karena dari hari-hari kita tambah miskin saja, saya berharap semoga melalui media komunikasi interaksi akan terbentuk suatu jalinan persaudaraan yang akrab. Dan dengan keakraban inilah saya berharap kita akan saling memberi informasi.

Informasi apa saja, apakah info bisnis, politik, pendidikan, budaya, agama, bahkan tidak tertutup kemungkinan info dunia metafisis untuk menghadapi gejolak kehidupan yang semakin mengerikan ini. Atau jika Anda tidak tertarik pada semuanya itu maka apa salahnya jika kita coba untuk sekadar tukar pikiran tentang manusia Jawa. Dari mana manusia Jawa dilahirkan dan apa pandangan manusia Jawa (filosofi orang Jawa) terhadap kehidupan ini ? Saya memang orang Jawa, tetapi terus terang saya kurang faham tentang “siapakah sebenarnya orang Jawa itu ?”

Saya tunggu sambutan dari Anda untuk bersahabat dengan saya. Tetapi saya mohon lewat korepondensi saja (maklum tempat kami belum terpasang jaringan telepon), lagi pula saya yakin biaya surat menyurat jauh lebih murah dan efisien disamping bisa kita simpan sebagai kenangan. Setujukah Anda ? Di bawah ini adalah alamat lengkap saya.



Suprayitno
Perumahan Graha Mukti
Jl.Tlogomukti Timur I/878
Semarang

Diketik ulang oleh Bambang Haryanto, 11/11/2004

0 Comments:

Post a Comment

<< Home